Sabtu, 11 November 2017

Gugus Pergi dan Pengaruh Gugus Tetangga

di November 11, 2017 34 komentar
Gugus Pergi

Leaving group merupakan salah satu variable yang mempengaruhi reaksi SN2, karena gugus pergi dipaksa keluar dengan suatu muatan negative pada kebanyakan reaksi SN2, leaving group yang paling baik yaitu yang dapat menstabilkan muatan negatif dalam keadaan transisi. Gugus yang paling menstabilkan muatan negatif juga merupakan basa lemah. Basa lemah termasuk Cl-, Br- dan ion tosylate adalah good leaving group. Sedangkan basa kuat seperti OH- dan NH2- adalah poor leaving group.
Berikut merupakan tabel dari leaving group berdasarkan pKa


Alkil florida, alcohol, eter dan amina tidak mengalami reaksi SN2. Dalam reaksi SN2 dengan suatu alcohol, dibutuhkan pengubahan OH- menjadi leaving group yang lebih baik. Berikut merupakan reaksi ketika alcohol primer atau sekunder diubah menjadi alkil halide oleh reaksi dengan SOCl2 atau suatu alkil bromide oleh PBr3. 
Dalam suatu reaksi substitusi tergantung pada kehadiran suatu leaving group yang sesuai dalam substrat. Telah diketahui bahwa basa lemah, basa konjugasi dari asam kuat merupakan good leaving group. Sebaliknya basa kuat, basa konjugasi dari asam lemah merupakan poor leaving group. Gugus pergi yang lebih baik ditemukan dalam turunan asam karboksilat. Asil halide memiliki gugus pergi yang baik dalam klorida, basa konjugasi dari HCl (pKa -7), reaksinya sangat cepat dengan nukleofil dalam reaksi substitusi. 
Saat leaving group kurang baik, reaktivitas dapat ditingkatkan dengan membuat reaksi dalam suasana asam. Dalam suasana asam, leaving group menjadi molekul netral stabil. Reaksi dari asam karboksilat dengan nukleofil, mengharuskan hidroksida hilang sebagai leaving group dan ini merupakan basa konjugasi dari larutan asam lemah (pKa 15,7). Reaktivitas dapat ditingkatkan dengan protonasi, dengan melepaskan molekul netral air (pKa asam konjugasi -1,7).
Asam, ester dan amida hanya tergolong reaktiv sedang, leaving groupnya tidak dapat diklasifikasikan sebagai leaving group yang baik, hingga terjadi protonasi menjadi asam konjugasi. Kemampuan leaving group berhubungan dengan pKa dari asam konjugasi dari leaving group, sebagai perkiraan pertama.

Gugus tetangga
Substituen dapat mempengaruhi reaktivitas. Ketika suatu substituent menstabilkan keadaan transisi atau intermediet dengan terbentuknya ikatan terhadap pusat reaksi, efek ini disebut neighboring group participation. Definisi lain yaitu Interaksi suatu pusat reaksi dengan pasangan elektron bebas dalam atom atau adanya elektron pada ikatan sigma atau ikatan phi. 
Dalam reaksi SN2 dengan adanya gugus tetangga, gugus tetangga tidak hanya harus ada, tetapi harus cukup reaktif. Penyerangan oleh gugus tetangga lebih cepat dibandingkan penyerangan nukleofil dari luar. Jika tidak, maka akan terjadi reaksi SN2. Di samping itu, gugus tetangga harus aktif mengusir leaving group sebelum gugus ini meninggalkan agen alkilasi dengan sendirinya. Jika tidak, nukleofil dapat masuk melalui mekanisme SN1. Oleh karena itu, reaksi dengan adanya gugus tetangga akan lebih cepat dibandingkan reaksi tanpa partisipasi. 
Pasangan elektron nukleofilic dari gugus tetangga bisa tidak berikatan (nonbonding) atau dapat membentuk ikatan π atau dalam kasus tertentu dalam ikatan σ. Dengan partisipasi nukleofilik, elektron dari gugus tetangga yang membentuk ikatan dengan pusat reaksi kemungkinan elektron tidak berikatan (n), elektron π atau elektron σ. 
Mekanisme partisipasi gugus tetangga (NGP)
Tahap 1 : Gugus tetangga berperan sebagai Z yaitu nukleofil dan mendorong gugus pergi X namun tetap menempel pada molekul
Tahap 2 : Pada tahap kedua, nukleofil eksternal Y menggantikan gugus tetangga Z dari sisi belakang. 
Dalam mekanisme Z berperan sebagai nukleofil 
Z : pasangan elektron donor 
Jika tidak ada nukleofil Z
Z = H
Z yang merupakan pasangan elektron donor membantu menghilangkan L yaitu leaving group. Sehingga kecepatan reaksi meningkat. 
           Sulfur yang mengandung diklorida “gas mustard”, liquid dengan titik didih tinggi. Hidrolisis lebih cepat dengan pemberian HCl dan diol dibandingkan sulfur bebas analog 1,5-dikloropentana. Alasan kecepatan hidrolisis yang tinggi dari gas mustard adalah efek gugus tetangga. Itu karena ketersediaan dari pasangan elektron bebas dalam orbital tidak berikatan pada atom sulfur. Berikut mekanisme dengan adanya gugus tetangga. 
Meningkatnya kecepatan reaksi saat gas mustard terhidrolisis karena sulfur bertindak sebagai gugus tetangga dan menggantikan gugus pergi, membentuk intermediet yang pada hidrolisis menghasilkan produk. 

Permasalahan 
1. Ketika gugus pergi (leaving group) kurang baik, bagaimana cara meningkatkan reaktivitasnya?
2. Bagaimana tahapan terjadinya partisipasi gugus tetangga (NGP)?
3. Bagaimana pengaruh nilai pKa terhadap kemampuan suatu gugus pergi (leaving group)?

Daftar Pustaka
Bruckner, R. 2002. Advanced Organic Chemistry Reaction Mechanisms. USA : Harcourt Academic Press.
Dewick, P. M. 2006. Essentials of Organic Chemistry for Student of Pharmacy, Medical Chemistry and Biological Chemistry. England : John Wiley & Sons Ltd.
McMurry, J. 2012. Organic Chemistry Eighth Edition. Canada : Cengage Learning. 
Rosenfeld, S. 1998. Basic Skills for Organic Chemistry. USA : Jones and Bartlett Publishers. 

Rabu, 08 November 2017

Pembentukan Ikatan C-C, Penyerangan Elektrofil dan Nukleofil

di November 08, 2017 18 komentar
Pembentukan Ikatan C-C
Suatu ikatan karbon-karbon merupakan ikatan kovalen diantara dua atom karbon. Pembentukan paling umum yaitu ikatan tunggal, penyusun ikatan dari 2 elektron, satu dari setiap atom dari kedua atom tersebut. Ikatan tunggal karbon-karbon merupakan ikatan sigma dan membentuk satu orbital hibridisasi dari setiap atom karbon. Atom karbon dapat pula membentuk ikatan rangkap dalam senyawa yang disebut alkena.  
Karbon merupakan satu dari beberapa senyawa yang dapat membentuk rantai panjang dengan atomnya sendiri. Pencabangan merupakan umum dalam kerangka karbon. Kerangka dari semua molekul organic terbentuk dari ikatan C-C. Berikut merupakan reaksi pembentukan ikatan karbon 
1. Reaksi Grignard. 
Reagen Grignard ditambahkan pada keton, aldehid, dan ester untuk membentuk ikatan C-C. Reagen Grignard merupakan alkil atau aril magnesium halide dengan rumus RMgX. Reagen Grignard berfungsi sebagai nukleofil, menyerang atom karbon elektrofil dalam ikatan gugus karbonil. 

2. Alkilasi Enolat
Enolat merupakan nukleofil yang baik. Penambahan keton atau ester dengan basa kuat dan kemudian sebuah alkil halide sangan berguna untuk pembentukan ikatan C-C melalui reaksi SN2
3.    Reaksi Aldol 
Reaksi aldol merupakan reaksi penggabungan dua senyawa karbonil. Enolat direaksikan dengan aldehid dan keton untuk membentuk ikatan C-C. Pembentukan suatu senyawa baru β-hidroksi karbonil. 

4.     Kondensasi Claisen
Sama halnya dengan reaksi aldol, enolat direaksikan dengan ester untuk membentuk ikatan C-C. Produk yang dihasilkan yaitu ester β-keto 


Penyerangan Elektrofil dan Nukleofil
Pereaksi penyerang atau reagen penyerang yang terlibat dalam reaksi heterolitik dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu pereaksi elektrofil dan pereaksi nukleofil. 
Pereaksi Elektrofil
Pereaksi elektrofil adalah pereaksi yang sangat menyukai elektron, dikarenakan kekurangan elektron (mempunyai sisi kosong). Ada dua jenis pereaksi yang termasuk golongan pereaksi elektrofil, yaitu pereaksi elektrofil bermuatan positif dan pereaksi elektrofil bermuatan netral.
1. Pereaksi Elektrofil Bermuatan Positif (E+)
Pereaksi yang kekurangan dua buah elektron sehingga bermuatan positif dan terbentuk dari pembelahan heterokslitik molekul yang netral.
Golongan pereaksi elektrofil positif, antara lain 
Dalam mempengaruhi substrat, pereaksi elektrofil positif akan menetralkan muatan negative yang pada substrak (misalnya karbanion) sehingga terbentuk zat hasil yang tidak bermuatan. 

2. Pereaksi Elektrofil Netral (E)
Sesuai dengan namanya, pereaksi ini tidak bermuatan dan mempunyai 6 elektron pada atom C pusat. Golongan pereaksi elektrofil netral, antara lain : 
Skema kerja pereaksi elektrofil netral mempengaruhi substrat dapat digambarkan sebagai berikut.

Pereaksi Nukleofil
Pereaksi nukleofil adalah pereaksi yang menyukai muatan positif, dikarenakan kelebihan elektron atau mempunyai pasangan elektron bebas.
Ada 2 jenis pereaksi yang termasuk golongan pereaksi nukleofil, yakni pereaksi nukleofil yang bermuatan positif dan pereaksi nukleofil netral
1. Pereaksi Nukleofil Bermuatan Negative (Nu:-)
Pereaksi nukleofil yang menyukai kelebihan pasangan elektron sehingga bermuatan negative dan terbentuk dari pembelahan heterolitik molekul yang netral. Pereaksi nukleofil yang bermuatan negative antara lain 
Pereaksi pereaksi ini mempunyai cadangan pasangan elektron. Apabila pereaksi ini mempengaruhi substrat yang kekurangan dua elektron (misalnya ion karbonium), ikatan baru akan terbentuk. 
2. Pereaksi Nukleofil Netral (Nu:)
Pereaksi ini mempunyai pasangan elektron yang bebas, tetapi tidak bermuatan. Pereaksi nukleofil netral antara lain amoniak, air, alcohol, tioalkohol dan eter. 
Pereaksi pereaksi ini juga mempunyai cadangan pasangan elektron bebas; oleh karena itu, apabila memengaruhi substrat yang kekurangan dua elektron, ikatan baru akan terbentuk. 

Reaksi Substitusi Nukleofilik
Reaksi substitusi nukleofilik terjadi apabila gugus yang mengganti merupakan pereaksi nukleofil. Secara umum, reaksi ini digambarkan sebagai berikut 
Sebagai contoh, reaksi antara etanol dengan asam bromide. Asam bromide terionisasi melalui reaksi HBr  H+ + Br-. Pengikatan ion H+ pada atom O dari etanol menghasilkan ion etiloksonium yang bermuatan positif. 
Contoh brometana sebagai halogenalkana primer yang memiliki sebuah ikatan polar antara atom karbon dan bromin. 
Salah satu pasangan elektron bebas pada air akan tertarik kuat ke atom karbon δ+ dan akan bergerak kearahnya, mulai membentuk sebuah ikatan dengannya. Ion negative yang mendekat akan mendorong elektron-elektron dalam ikatan karbon-bromin semakin dekat ke bromin. 
Pergerakan pasangan elektron bebas berlanjut sampai air teikat kuat ke atom karbon dan brom dilepaskan sebagai ion Br-. Reaksi ini merupakan reaksi SN2. 

Reaksi Adisi Elektrofilik
Reaksi ini terjadi apabila gugus yang pertama kali menyerang suatu ikatan rangkap merupakan pereaksi elektrofil. Reaksi jenis ini ditemukan pada senyawa-senyawa yang mengandung ikatan rangkap antara dua atom karbon, seperti alkena dan alkuna. 
Mula-mula terjadi aktivasi pada ikatan rangkap yang mengakibatkan pergeseran elektron dari salah satu atom karbon, kemudian terjadi adisi.
Adisi HX pada alkena yang lebih kompleks mengikuti kaidah Markovnikov, yaitu atom H masuk pada atom C ikatan rangkap yang mengikat atom H lebih banyak.

Reaksi Adisi Nukleofilik
Reaksi ini terjadi apabila gugus yang pertama kali menyerang suatu ikatan rangkap merupakan pereaksi nukleofil. Reaksi ini ditemukan pada senyawa yang mengandung ikatan rangkap antara atom karbon dengan atom lain, seperti senyawa yang mengandung gugus karbonil dan senyawa yang mempunyai gugus nitril.
            Skema reaksi untuk senyawa-senyawa yang mempunyai gugus karbonil yaitu 

Pada adisi asam sianida dalam asetaldehida, mula-mula ion sianida, yakni suatu nukleofil, menyerang atom karbon karbonil, kemudian diikuti oleh serangan proton pada atom oksigen karbonil yang bermuatan negative.

Permasalahan 
1. Bagaimana pereaksi grignard dapat membentuk ikatan C-C?
2. Jelaskan reaksi adisi asam sianida pada asetaldehida?
3. Jelaskan perbedaan reaksi substitusi nukleofilik SN1 dan SN2?


Daftar Pustaka 
Brown, W. H., B.L. Iverson dan E. V. Anslyn dan C. S. Foote. 2009. Organic Chemistry Fifth Edition. USA : Cengage Learning. 
Subandi. 2010. Kimia Organik. Yogyakarta : Dee Publish 
Sumadjo, D. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Fakultas Bioeksakta Strata I. Jakarta : EGC. 

Jumat, 03 November 2017

Reaksi Substitusi Aromatik Kedua dan Ketiga serta Kaitannya dengan Persamaan Hammett

di November 03, 2017 6 komentar
Substitusi Kedua 
Suatu benzene tersubstitusi dapat mengalami substitusi gugus kedua. Beberapa benzene tersubstitusi bereaksi lebih mudah daripada benzenanya sendiri, sementara benzene substitusi lain lebih sukar bereaksi. Misalnya anilin bereaksi substitusi elektrofil sejuta kali lebih cepat daripada benzene. Sebaliknya nitrobenzene bereaksi dengan laju kira-kira seperti 

Substitusi kedua pada anilin oleh Br2 berlangsung cepat tanpa katalis daripada benzene.
Substitusi kedua pada nitrobenzene harus dengan katalis, temperature tinggi dan waktu yang lebih lama daripada benzene. 
Klorobenzena dinitrasi pada posisi orto dan para, tetapi tidak pada posisi meta. Sedangkan nitrobezena menjalani nitrasi kedua pada posisi meta, terjadi sangat sedikit substitusi pada posisi orto dan para. Posisi substitusi kedua ditentukan oleh gugus yang telah berada pada cincin. Cl disebut pengarah-orto, para, sedangkan NOdisebut pengarah-meta.
Semua pengarah –o,p, kecuali halogen, merupakan gugus aktivasi dan memiliki pasangan elektron menyendiri (kecuali aril dan alkil). Gugus aktivasi akan mendorong elektron ke cincin aromatic, menyebabkan cincin “kaya” elektron. Adanya gugus ini menyebabkan cincin lebih terbuka (rentan;susceptible) terhadap substitusi lebih lanjut Semua pengarah –m merupakan gugus deaktivasi dan tidak ada yang memiliki pasangan elektron menyendiri (unshared) yang terikat pada cincin. Gugus deaktivasi akan menarik elektron dari cincin, menyebabkan cincin “miskin” elektron. Adanya gugus ini menyebabkan cincin lebih tertutup terhadap serangan elektrofil (Fessenden dan Fessenden,1982).
Jika efek Induksi (I) positif maka substituent sebagai pendorong elektron, begitupula sebaliknya, jika I+, maka substituent merupakan penarik elektron. Apabila efek mesomeri/resonansi (R) positif, maka sebagai penyumbang elektron, sedangkan jika R negative, maka sebagai penarik elektron.
Substituen pendorong atau penyumbang elektron menaikkan rapatan elektron benzene sehingga lebih reaktif terhadap E+. Sebaliknya substituent penarik atau pengambil elektron menurunkan rapatan elekton sehingga benzene kurang reaktif. 

Mekanisme substitusi kedua dengan pengarah –o,-p
Contoh reaksi substitusi elektrofil yaitu reaksi nitrasi pada toluene. Berikut merupakan mekanisme resonansi dari nitrasi toluene pada posisi orto, meta dan para. NO2 merupakan elektrofil yang akan masuk ke toluene. 

Nitrasi toluen pada posisi orto dan para. Penyerangan pada posisi orto dan para menghasilkan satu struktur resonansi dengan muatan positif pada cincin atom karbon yang terikat dengan gugus metil atau karbokation tersier. Karbokation tersier membuat kontribusi besar dalam kestabilan dari resonansi, sehingga cenderung stabil. 
Jika pada posisi meta, struktur resonansi menunjukkan muatan positif tidak terletak pada atom karbon yang terikat gugus metil. Hanya karbokation sekunder yang mungkin, dan kurang stabil dibandingkan karbokarion tersier.
Energi transisi untuk nitrasi dari toluene

Gugus metil mendonorkan elektron ke cincin, membuat intermediet lebih stabil dibandingkan karbokation sikloheksadienyl turunan dari benzene. Pembentukan produk subtitusi para dan orto dihasilkan dari stabilisasi yang lebih baik dibandingkan intermediet yang menghasilkan produk substitusi meta.
Halogen berbeda sifat dari pengarah –o,-p, karena halogen mengarahkan gugus masuk ke posisi orto atau para, tetapi mendeaktivasi cincin terhadap substitusi elektrofilik. Halogen dapat menyumbangkan elekton-elektronnya dan membantu mengemban muatan positif dalam zat antara. Halogen mendeaktivasi cincin dikarenakan halogen, oksigen atau nitrogen menarik muatan elektron dari cincin oleh efek induksi. 
Suatu gugus alkil tidak memiliki pasangan elektron menyendiri untuk disumbangkan bagi penstabilan secara resonansi. Namun gugus alkil bersifat melepas elektron dengan cara efek induktif. Karena gugus alkil melepakan elektron ke cincin benzene, cincin ini memperoleh rapatan elektron tambahan dan menjadi menarik bagi elektrofil yang masuk. 

Mekanisme substitusi kedua dengan adanya pengarah -m
Nitrasi dari nitrobenzene pada posisi orto dan para, resonansi yang terbentuk untuk karokation sikloheksadienyl dihasilkan dari substitusi orto dan para, muatan positif terletak pada atom karbon yang berikatan dengan gugus nitro. Nitrogen dari gugus nitro memiliki muatan formal positif dan dekat dengan atom karbon yang memiliki muatan positif, menyebabkan resonansi yang terbentuk tidak stabil. 


Pada posisi meta, tidak ada resonansi yang terbentuk dari intermediet yang memiliki muatan positif pada atom karbon yang berikatan dengan gugus nitro, yang mana nitrogen memiliki muatan formal +1. Resonansi yang terbentuk dari intermediet yang dihasilkan serangan meta bersifat lebih stabil dibandingkan resonansi yang terbentuk dari intermediet substitusi orto dan para. Jika karbokation (C+) pada strutur resonansi dekat dengan gugus deaktivasi (penarik elektron), maka akan menurunkan kestabilan dan naiknya energi aktivasi. 

Substitusi Ketiga
Menurut Fessenden dan Fessenden (1982), aturan untuk substitusi ketiga yaitu sebagai berikut :
1. Jika dua substituent mengarahkan suatu gugus masuk ke satu posisi, maka posisi ini akan merupakan posisi utama dari substituent ketiga 
2. Jika dua gugus bertentangan dalam efek – efek pengarahan mereka, maka activator yang lebih kuat akan lebih diturut kearahnya, 
3. Jika dua gugus deaktivasi berada pada cincin, terlepas dari posisinya, dapat menyukarkan substituent ketiga

4. Jika dua gugus pada cincin berposisi –meta satu sama lain, biasanya cincin itu tidak menjalani substitusi pada posisi yang mereka apit, meskipun cincin tersebut teraktifkan. Tidak reaktifnya posisi ini disebabkan oleh halangan sterik. 
 
Efek stabilisasi dari jenis substituen dapat ditunjukkan dengan struktur resonansi. stabilisasi resonansi langsung hanya mungkin ketika substituent orto atau para ke elektrofil yang masuk. Dikarenakan kelompok substituen memiliki interaksi resonansi langsung dengan muatan yang diperoleh dalam σ-kompleks, efek kuantitatif substituen menunjukkan komponen resonansi tinggi. Persamaan hammett hanya berlaku pada posisi meta dan para, tidak pada posisi orto. Pada posisi orto tidak berlaku Persamaan Hammett dikarenakan pada posisi orto bertetanggaan langsung dengan substituent pertama, sehingga substituent tersebut meruah (sterik) dan merupakan suatu halangan bagi substituent kedua yang akan masuk. Kenapa tidak pada posisi para? Hal ini dikarenakan kestabilan cincin aromatic yaitu pada posisi meta, sehingga posisi para kurang disukai.

Permasalahan : 

  1. Gugus alkil tidak memiliki pasangan elektron menyendiri yang dapat disumbangkan bagi penstabilan secara resonansi, akan tetapi mengapa gugus alkil termasuk pengarah –o, -p?
  2. Bagaimana substituen mempengaruhi laju substitusi?
  3. Bagaimana hubungan reaksi substitusi aromatik dengan persamaan Hammett?
 Daftar Pustaka 
Fessenden, R.J dan J.S. Fessenden. 1982. Organic Chemistry Third Edition. Jakarta : Erlangga.
Hornback, J.M. 2006. Organic Chemistry Second Edition. USA : Thomson Learning Inc. 
Ouelleette, R.J dan J.D.Rawn. 2014. Organic Chemistry : Structure, Mechanism, dan Synthesis. San Diego : Elsevier Inc.
Subandi. 2010. Kimia Organik. Yogyakarta : Dee Publish 



Jumat, 27 Oktober 2017

Persamaan Hammett

di Oktober 27, 2017 18 komentar
Persamaan Hammett merupakan suatu persamaan yang digunakan untuk menghitung pengaruh substituent terhadap reaktivitas molekul. Persamaan ini diusulkan oleh Hammett pada tahun 1937, dengan persamaan sebagai berikut 
Dimana : 
k   = tetapan hidrolisis ester tersubstitusi meta atau para
ko = tetapan hidrolisis yang berkaitan dengan senyawa tak tersubstitusi 
σ  = tetapan substituent 
ρ  = tetapan reaksi

Reaksi polar terjadi karena interaksi nukleofil dan elektrofil. Substituen pemberi elektron meningkatkan kekuatan nukleofil (kebasaan) dan menurunkan kekuatan elektrofil (keasaman). Persamaan Hammett menggambarkan pengaruh substituent polar posisi meta atau para terhadap sisi reaksi turunan benzene, tidak pada posisi orto karena efek sterik. Tidak semua reaksi dapat memenuhi persamaan Hammett. Suatu alasan yang mendasari ketidakmampuan nilai Hammett σm dan σp untuk menghubungkan semua jenis reaksi adalah bahwa efek substituent biasanya memberikan σ yaitu suatu campuran dari resonansi dan komponen polar. Ketika interaksi resonansi langsung dengan sebuah sisi reaksi, maka tingkat resonansi meningkat dan konstanta substituent sesuai dengan campuran normal  resonansi dan efek polar gagal (Carey dan Sundberg, 2007). 

Efek substituent dapat dilihat pada gambar 3.26. Karena pengaruh substituent yaitu kombinasi dari resonansi dan efek polar, substituent individu dapat mendonokan kedua elektron dan merupakan komponen penarik elektron. 

Contohnya gugus metoksi merupakan donor π tetapi akseptor σ. Efek resonansi umumnya dominan dalam sistem aromatic, secara keseluruhan pengaruh dari gugus metoksi adalah pelepasan elektron (dalam posisi orto dan para). Untuk gugus lain, seperti NO2 dan CN, resonansi dan efek polar menguatkan. Persamaan Hammett merupakan bebas komplikasi dari efek sterik karena hanya dapat diaplikasikan pada posisi meta dan para. Geometri dari cincin benzene memastikan bahwa gugus dalam posisi ini tidak berpengaruh secara sterik dengan sisi reaksi.
Persamaan Hammett dipatuhi oleh kebasaan dari pyridine tersubstitusi, jenis ini sangat berguna dalam penentuan nilai σ untuk gugus yang belum diperoleh nilainya dari sumber lain. Di samping itu, besarnya nilai ρ membuat konstanta substituent diperoleh dengan pasti. Kebasaan dari piridin tersubstitusi berhubungan dengan nilai σ dibandingkan nilai σ+. Berikut struktur resonansi untuk asam konjugasi dari 4-aminopiridine. 
Muatan positif cukup terdelokalisasi ke atom amino-nitrogen yang kurang elektronegatif yang membutuhkan campur tangan dari konstanta σ+ (Katritzky, 1964). 
Suatu reaksi yang melibatkan muatan positif dalam keadaan transisi akan dibantu oleh substituent pemberi elektron dan nilai ρ yang negative. Besarnya nilai ρ menunjukkan kepekaan pusat reaksi terhadap efek polar dari substituent dan memberikan informasi tentang sifat keadaan transisi yang terlibat dalam reaksi. Penempatan gugus metilen di antara pusat reaksi dengan cincin aromatic akan menurunkan nilai ρ karena efek polar diteruskan melalui ikatan yang bertambah. 

Persamaan Hammett dapat digunakan untuk hubungan kuantitatif antara struktur – struktur senyawa dengan kesetimbangan atau kecepatan reaksi. Tetapan kecepatan reaksi solvolisis meta-substitusi fenildimetilkarbinil klorida memberikan grafik linier terhadap tetapan σ, tetapi para-substituen menyimpang dari linearitas (Firdaus, 2009). 

DAFTAR PUSTAKA

Carey, F.A dam R.J. Sundberg. 2007. Advanced Organic Chemistry Part A : Structure and Mechanisms Fifth Edition. Virginia : Springer. 
Firdaus. 2009. Kimia Organik Fisis I. Makassar : Universitas Hasanuddin. 
Katritzky, A. R. 1964. Advances in Heterocyclic Chemistry. New York : Academic Press. 

Pertanyaan : 
1. Mengapa persamaan Hammett tidak berlaku untuk substituen orto?
2. Bagaimana efek resonansi dari substituen ?
3. Apa kegunaan dari persamaan Hammett?

 

Kimia Organik Sintesis Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review